SIDIKJARI- Di setiap sudut warung kopi, selalu ada satu spesies makhluk langka yang patut diberi perhatian khusus: Si Ngaku Dekat.
Bukan karena prestasinya, bukan pula karena kontribusinya pada daerahtapi karena keahliannya yang luar biasa dalam bersilat lidah, mengaku-ngaku dekat dengan bupati dan wakil bupati seolah mereka tumbuh besar sekampung dan main bareng sejak kecil.
Setiap kali ada proyek yang lewat, dia paling duluan tahu. Katanya, “Itu saya yang dorong waktu rapat kecil sama Pak Bupati.”
Rapat kecil? Entah maksudnya rapat atau makan mie ayam bareng sambil minta foto.
Kalau ditanya, “Emang bener kenal?”
Jawabannya mantap, “Loh, saya sering WhatsApp-an kok. Cuma Pak Bupati itu low profile, jadi nggak diumbar ke publik.”
Ah ya, WhatsApp.
Di zaman sekarang, sebar meme atau kirim stiker juga bisa disebut komunikasi strategis rupanya.
Lucunya, setiap kali ada kunjungan bupati ke desa, dia akan datang paling duluan, duduk paling depan, dan senyum paling lebar.
Lengkap dengan gaya tangan bersedekap dan tatapan tajam ke kiri dan kanan biar orang tahu, “Nih, orang penting dateng.”
Padahal saat bupati lewat pun tak ada anggukan, tak ada sapaan, hanya angin berlalu dan kamera OPPO jadul yang tetap siaga untuk selfie dadakan.
Mengaku-ngaku dekat dengan pejabat itu memang gampang. Tinggal modal foto lama, caption penuh kata "kami", dan sedikit bumbu drama.
Tapi satu hal yang sering dilupakan: Kedekatan sejati bukan soal seberapa sering foto bareng, tapi seberapa besar kontribusi nyata.
Sementara itu, kita doakan saja, semoga yang benar-benar kerja untuk rakyat tidak sibuk ngurus orang yang sibuk ngaku-ngaku.
Biar waktu dan hasil kerja yang bicara—bukan status WA yang penuh kode sok penting.
Dan kalau ada yang merasa tersindir... ya mungkin karena merasa mirip. Tenang, sindiran itu cuma kena ke yang cocok kok.
Yang beneran deket mah nggak perlu teriak-teriak. Diam-diam kerja, hasilnya kelihatan.
Penulis : Tukang Simeut Sisi Jalan
Komentar0