SIDIKJARI- Katanya sih, sejak adanya Dana Desa, pembangunan di desa makin maju. Tapi anehnya, kok masih banyak desa yang jalannya kayak kubangan kerbau, balai desanya bolong atapnya, dan fasilitas umum hanya tinggal papan nama doang? Uangnya ke mana, Pak Kades?
Setiap tahun, triliunan rupiah dikucurkan ke desa-desa lewat skema Dana Desa. Tujuannya mulia: memberdayakan desa, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Tapi kalau kita keliling desa (bukan lewat Instagram ya), realitanya malah bikin dahi berkerut.
Contoh nyata: papan proyek pembangunan jalan desa yang nilainya Rp 150 juta. Padahal kalau dilihat, bisa dibangun dengan setengah dari itu, termasuk uang tukang, kopi, dan rokok.
Tapi ya, siapa kita untuk bertanya, kan? Hanya rakyat kecil yang tiap hari lewat di bawah gapura itu.
Setiap tahun, pemerintah desa wajib memasang baliho realisasi APBDes. Tapi herannya, baliho itu sering pasang saat awal tahun, lalu tiba-tiba lenyap entah ke mana begitu proyek berjalan.
Warga pun cuma bisa bertanya-tanya: itu proyek jalan paving kok nggak sampai ujung gang ya? Dana habis? Atau jalan ke rumah Pak RW memang prioritas nasional?
Lebih lucu lagi, ketika warga tanya soal rincian anggaran, jawabannya selalu:
"Sudah sesuai prosedur, kok. Ada BPD yang ngawasin."
Iya, kita percaya. Seperti kita percaya kucing bisa jaga ikan asin.
Bukan rahasia umum lagi kalau pengawasan Dana Desa kadang hanya formalitas.
Laporan ada, kuitansi rapi, tapi kalau dicek ke lapangan… yah, semak belukar masih merajai lokasi yang katanya "sudah dibangun taman desa."
Padahal masyarakat sebenarnya nggak minta banyak. Asal dana benar-benar dipakai untuk kepentingan warga, sudah syukur.
Tapi kalau anggaran pelatihan pemuda malah jadi alasan untuk "studi banding" 4 hari 3 malam, ya maaf… warga mulai mikir: ini Dana Desa atau Dana Liburan?
Zaman sekarang, warga makin cerdas. Mereka tahu cara cek APBDes, tahu aplikasi laporan pengaduan, bahkan tahu cara lacak proyek lewat Google Maps.
Jadi jangan anggap masyarakat desa bisa dibodohi selamanya. Mereka diam bukan karena nggak tahu, tapi mungkin karena malas ribut. Tapi ketika ribut, jangan kaget kalau sampai viral.
Dana Desa itu hak rakyat. Bukan bonus pribadi perangkat desa. Transparansi dan akuntabilitas bukan hiasan kata-kata di pidato peresmian proyek.
Dan buat yang mikir, “Ah, kalau ketahuan tinggal balikin aja uangnya,” mohon dicatat baik-baik: Pengembalian tidak menghapus tindak pidana.
Kalau uang negara dipakai untuk hal-hal fiktif, siap-siap saja suatu hari kena audit, terus masuk berita dengan judul yang lebih nyinyir dari artikel ini.
Ingat, rakyat sekarang tidak hanya butuh pembangunan. Mereka juga butuh kejujuran.
Penulis: Panuntun Catur Supangkat
Sekretaris Pospera Purwakarta
Komentar0