SIDIKJARI- Pertanyaan kritis muncul di tengah publik: Apakah Pemerintah Kabupaten Majalengka bisa bertahan tanpa suntikan dana dari pemerintah pusat?
Menurut data yang beredar menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap dana transfer pusat, isu ini tak lagi bisa diabaikan.
Tahun anggaran 2024 mencatat bahwa Majalengka menerima transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp2,2 triliun, sebuah angka yang mendominasi struktur pendapatan daerah.
Namun, fakta bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Majalengka hanya sebesar Rp578 miliar mengundang perhatian publik.
Ketimpangan yang mencolok antara kontribusi pendapatan lokal dan dana dari pusat menimbulkan pertanyaan besar: Apakah Kabupaten Majalengka mampu bertahan secara fiskal tanpa ketergantungan pada transfer pusat?
Tanpa transfer pusat, dapat dipastikan banyak program pembangunan, pelayanan publik, bahkan pembayaran belanja rutin seperti gaji pegawai akan terganggu.
Hingga memasuki bulan September 2025, Pemerintah Kabupaten Majalengka belum merilis secara resmi data realisasi PAD tahun berjalan.
Padahal, laporan triwulanan menjadi instrumen penting untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas pengelolaan anggaran.
Minimnya transparansi ini menimbulkan spekulasi liar di masyarakat. Beberapa pihak bahkan mempertanyakan apakah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) benar-benar memahami bagaimana menyusun dan mengelola anggaran daerah yang nilainya terus membesar.
“Kalau PAD hanya setengah triliun, lalu kita hidup dari transfer pusat, artinya apa? Kalau transfer itu tiba-tiba dipotong atau tertunda, bisa ‘bangkrut’ kita. Ini bukan soal angka, tapi soal strategi,” ujar Salman Faqih, seorang Aktivis,Rabu,(10/09/2025)
Reformasi dalam perencanaan anggaran, peningkatan kapasitas aparatur, serta digitalisasi sistem keuangan daerah menjadi kebutuhan mendesak.
“Kalau tidak segera dibenahi, Majalengka akan selamanya bergantung. Dana transfer pusat bukan jaminan selamanya aman, apalagi dengan tren defisit APBN nasional,”* tambah Salman.
Jika Majalengka ingin keluar dari ketergantungan dan memperkuat daya saing ekonomi daerah, maka pengelolaan keuangan harus berubah dari yang reaktif menjadi strategis, dari yang tertutup menjadi terbuka, dan dari yang stagnan menjadi inovatif.
"Tanpa perubahan itu, bukan tidak mungkin Majalengka akan selalu berada di bawah bayang-bayang pertanyaan besar: “Apakah Pemda bisa bertahan tanpa transfer pusat?”tegasnya. (Rian)
Komentar0