SIDIKJARI- Dana desa sejatinya digelontorkan pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, dan mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah.
Tapi entah kenapa, di beberapa daerah, aliran dana ini justru tersesat di rekening pribadi, belok ke showroom mobil, atau malah menguap di meja judi online.
Yang lebih ajaib lagi: saat ketahuan, dana itu bisa langsung balik sendiri. Luar biasa bukan?
Dana Desa Cair!
Di tahap ini, semuanya masih tampak damai. Dana cair, warga senang, kepala desa tersenyum manis di banner bertuliskan "Menuju Desa Mandiri".
Tapi diam-diam, sebagian dana malah mandiri masuk ke rekening pribadi. Jalan desa masih rusak, tapi rumah oknum aparat desa mendadak tampil minimalis industrialis. Garasi penuh mobil, tapi kantor desa kosong meja kursi.
Publik bertanya, anggaran untuk apa?
Jawabannya bisa ditebak: "Masih proses realisasi."
Padahal realisasinya ke mana, warga pun tak tahu.
Setelah aroma busuk mulai tercium, wartawan mulai datang, aktivis LSM mulai bersuara, dan netizen mulai nyinyir, maka muncullah klarifikasi standar:
"Tidak benar ada penyalahgunaan. Kami mengikuti prosedur. Jika ada kesalahan, itu hanya kesalahan teknis."
Sungguh jawaban sekelas seminar motivasi. Kesalahan teknis? Apakah dana desa sekarang berubah jadi kabel listrik?
Inilah bagian paling dramatis. Setelah nama mulai masuk berita, dan tagar #DanaDesa trending, tiba-tiba terdengar kabar damai:
"Dana sudah dikembalikan ke kas desa."
Wow. Ternyata korupsi bisa undo. Tak perlu pengadilan, tak perlu penjara, cukup balikin duit semua beres.
Hebat. Hukum seolah punya tombol Ctrl+Z khusus untuk pejabat.
Yang jadi pertanyaan: **kalau gak ketahuan, apa juga akan dibalikin?**
Puncak dari semua drama ini adalah momen sakral: pengampunan.
Pejabat desa, tokoh masyarakat, dan kadang juga oknum yang mengembalikan dana, duduk bareng sambil makan gorengan dan kopi hitam.
"Yang penting sudah dikembalikan. Mari kita saling memaafkan demi kebaikan bersama."
Dan begitu saja, selesai. Tidak ada sanksi, tidak ada proses hukum. Dana desa jadi seperti pinjaman tanpa bunga yang bisa dibalikin sewaktu-waktu asal ketahuan.
Apakah ini bentuk baru dari restorative justice versi elite? Atau jangan-jangan kita sedang menyaksikan korupsi dengan sistem pinjam pakai?
Kalau maling biasa mencuri motor lalu dikembalikan, apakah dia langsung bebas?
Kalau rakyat kecil ambil sembako tanpa izin tapi dikembalikan, apakah dimaafkan juga?
Kenapa kalau pelakunya berseragam atau berjas, hukum tiba-tiba lentur?
Kasus-kasus semacam ini bukan hanya mencoreng nama baik desa, tapi juga memperlihatkan bahwa pengawasan terhadap dana publik masih sangat lemah, dan yang lebih menyedihkan: rasa malu juga ikut lenyap bersama dana itu.
Penulis: Panuntun Catur Supangkat
Sekretaris Pospera
Komentar0