SIDIKJARI- Katanya, desa harus melek teknologi. Katanya, era digital adalah keniscayaan. Maka, berbondong- bondonglah desa-desa kita di Purwakarta membeli aplikasi.
Aplikasi ini, semua demi kemajuan, katanya. Tapi, tunggu dulu, mari kita bedah sedikit lebih dalam.
Dengan bangga sejumlah desa rela menyetor uang Rp 20 juta ke sebuah perusahaan atau vendor yang dianggarkan dari Dana desa untuk pembuatan aplikasi yang katanya "super canggih".
Sebuah angka fantastis yang bisa untuk membangun posyandu sederhana atau memberikan pelatihan keterampilan bagi ibu-ibu PKK. Tapi, apa daya, mimpi digital lebih menggoda.
Lalu, apa saja fitur aplikasi tersebut? Jangan harap ada fitur yang bisa menyelesaikan masalah klasik desa seperti jalan rusak, irigasi jebol, atau lapangan kerja yang minim.
Fiturnya mungkin sebatas informasi desa yang sebenarnya sudah terpampang di papan pengumuman, atau galeri foto kegiatan yang lebih sering menampilkan wajah kepala desa daripada potret kehidupan warga.
Kita tidak menampik pentingnya teknologi. Tapi, ketika dana desa yang seharusnya menjadi amunisi untuk kesejahteraan rakyat justru dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang absurd, rasanya ada yang salah. Apakah ini yang namanya prioritas?
Mungkin, para pembuat kebijakan di desa kita terlalu terpukau dengan gemerlap dunia maya.
Mereka lupa, bahwa di dunia nyata, masih banyak warga yang kesulitan mengakses air bersih, pendidikan, dan layanan kesehatan yang layak.
Mereka lupa, bahwa internet yang katanya bisa menghubungkan desa dengan dunia luar, justru semakin memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin.
Jadi, mari kita bertanya dengan nada sinis yang paling sinis: Dana desa itu untuk apa?
Apakah untuk membangun infrastruktur yang nyata, atau untuk menciptakan aplikasi 'ghoib' yang hanya ada di layar ponsel?
Apakah untuk meningkatkan kesejahteraan warga, atau untuk memuaskan ambisi digital para penguasa desa?
Semoga saja, para pemimpin desa kita tidak hanya pandai berselancar di dunia maya, tapi juga memiliki hati nurani yang peka terhadap realitas di dunia nyata.
Jangan sampai, mimpi desa digital hanya menjadi mimpi buruk bagi rakyat kecil.
Penulis : Panuntun Catur Supangkat
Sekretaris DPC Pospera Purwakarta
Komentar0