GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Kontroversi Pengiriman Anak Nakal ke Barak Militer: Solusi Edukatif atau Hukuman Terselubung?

Ilustrasi (inioke.com)

SIDIKJARI – Pengiriman anak-anak dengan perilaku bermasalah yang kerap disebut “anak nakal" ke barak militer untuk di gembleng semi-militer kembali mencuat dan menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. 

Menurut Pemerintah daerah program ini sebagai bentuk pembinaan karakter, namun berbagai pihak meminta kebijakan ini dikaji secara lebih matang.

Siapa yang Disebut Anak Nakal?

Istilah “anak nakal” dalam konteks ini merujuk pada remaja yang menunjukkan perilaku menyimpang, seperti bolos sekolah, terlibat tawuran, konsumsi alkohol atau narkoba, hingga tindak kekerasan ringan. 

Namun, ketidaktegasan kriteria ini menimbulkan kekhawatiran: siapa yang menentukan seseorang tergolong nakal? Apakah sekadar pelanggaran kecil sudah cukup untuk dikirim ke pelatihan militer?

**Tujuan Program: Edukasi, Refleksi, atau Hukuman?**

Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah pelatihan yang keras dan penuh tekanan fisik adalah cara terbaik untuk mendidik remaja yang justru membutuhkan pemahaman psikologis dan pendekatan restoratif. 

Anak-anak yang menjalani gemlengan dibarak militer memang menjadi lebih disiplin dan terstruktur dalam kesehariannya. 

Namun, tak sedikit pula yang menunjukkan dampak negatif. Tekanan fisik dan mental yang tinggi bisa memicu trauma, kemarahan terpendam, atau bahkan agresivitas yang lebih besar.

Secara sepintas, pengiriman anak nakal ke barak militer terlihat sebagai solusi praktis untuk menanggulangi perilaku remaja bermasalah. 

Namun jika dilihat lebih dalam, pendekatan ini dapat mengabaikan akar masalah seperti latar belakang keluarga, kondisi sosial ekonomi, dan kesehatan mental anak. 

Pendidikan karakter tidak bisa dipaksakan melalui tekanan, tetapi harus dibangun lewat pemahaman dan empati.

Penulis: Sutisna Sonjaya
Ketua Pospera Purwakarta

Komentar0

Type above and press Enter to search.