GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Buramnya Kepemimpinan di Purwakarta: Bukan Soal Ego, Tapi Soal Wakil Bupati yang Tidak Paham Tugas?

SIDIKJARI- Dalam diskursus publik yang sedang hangat seperti tertuang dalam artikel "Surplus Inisiatif, Defisit Koordinasi" kegagalan kepemimpinan Purwakarta banyak disorot pada dominasi satu figur. Tapi mari kita perluas pandangan: buramnya kepemimpinan juga disebabkan oleh absennya peran Wakil Bupati dalam kerangka yang seharusnya.

Bukan hanya tidak menjalankan fungsi, Wakil Bupati justru tersesat dalam panggung populisme, melakukan hal-hal yang sejatinya bukan kewenangannya.

*Alih-Alih Mengawasi, Wakil Bupati Sibuk Show*

Tugas Wakil Bupati seharusnya adalah mendukung jalannya pemerintahan dengan memperkuat pengawasan internal, menjadi mitra strategis kepala daerah, serta memastikan program berjalan sesuai koridor. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Alih-alih memperkuat koordinasi antar-OPD, ia malah mengambil alih peran mereka melakukan sidak ke perusahaan, sidak ke sekolah, bahkan membuat konten seolah dirinya lembaga pengawasan tunggal. Padahal, untuk urusan pendidikan ada Dinas Pendidikan, untuk urusan ketenagakerjaan ada Disnakertrans, dan untuk urusan lingkungan ada DLH.

Aksi-aksi ini tak hanya menciptakan kebingungan struktur birokrasi, tapi juga memicu gesekan vertikal dan horizontal dalam tubuh pemerintahan. OPD jadi ragu bertindak karena takut ditabrak pencitraan.

*Masalahnya: Aksi Tanpa Solusi, Masalah Menggantung*

Lebih parah lagi, aksi-aksi itu nyaris tak pernah berujung pada penyelesaian konkret. Banyak sidak yang viral, tapi kelanjutannya menggantung. Tidak ada tindak lanjut administratif, tidak ada rekomendasi kebijakan, tidak ada kejelasan sanksi atau solusi.

Contohnya, sidak perusahaan apakah kemudian perusahaan diberi sanksi? Apakah buruh dilindungi? Tidak jelas.

Sidak sekolah apa hasilnya? Apakah ada perbaikan sistem? Atau hanya jadi panggung sementara?

Marwah Pemerintah Kabupaten dipertaruhkan ketika setiap aksi hanya berujung bising, bukan hasil. Rakyat melihat kebijakan sebagai drama, bukan institusi yang kredibel.

Terbaru warga menagih janji wakil bupati purwakarta di akun tiktoknya. Apa warga dapat janjinya? Ia di blokir padahal janji itu sebelumnya tak pernah diminta tapi diucapkan sendiri oleh wakil bupati. 

*Wakil Bupati Gagal Menjadi Penyeimbang*

Seharusnya, di tengah sorotan terhadap dominasi kepala daerah, Wakil Bupati tampil sebagai korektor sistem, penghubung antara OPD dan rakyat, bukan pesaing panggung atau selebritas birokrasi.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya: ia menambah kebisingan tanpa kontribusi nyata.

Ini bukan lagi soal tidak diberi ruang, tapi soal tidak paham ruang. Wakil Bupati tampaknya tidak memahami batas dan fungsi kewenangan dalam sistem pemerintahan yang sehat.

*Kepemimpinan Tidak Butuh Panggung Ganda*

Kepemimpinan bukan teater dua aktor saling berebut panggung. Ia butuh harmoni: satu memimpin, satu menyeimbangkan. Jika Wakil Bupati terus sibuk mengurus apa yang bukan tugasnya, sementara tugas utamanya diabaikan, maka yang terjadi adalah defisit sistemik bukan hanya defisit koordinasi, tapi juga defisit kepercayaan publik.

Purwakarta tidak butuh dua pemain solo. Ia butuh duet pemerintahan yang saling memahami peran. Karena kalau semua ingin tampil, dan tak ada yang bekerja di balik layar, maka penonton akan pulang dengan kecewa.


*Sutisna Sonjaya*
_Penulis adalah Ketua DPC Pospera Kabupaten Purwakarta._

Komentar0

Type above and press Enter to search.