Dalam semangat membumikan nilai-nilai kebangsaan, anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka menggelar kegiatan sosialisasi Empat Pilar di Desa Setiamekar, Kabupaten Bekasi, Sabtu, (8/6).
Kegiatan ini bukan hanya sekadar pertemuan formal, tetapi menjadi ruang refleksi dan aksi nyata bagi warga untuk terus menghidupkan nilai-nilai luhur bangsa dalam kehidupan sehari-hari.
Empat Pilar Kebangsaan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi fondasi utama dalam membangun bangsa yang kokoh, tangguh, dan inklusif.
Dalam kesempatan tersebut, Rieke menekankan pentingnya menginternalisasi pilar-pilar tersebut, bukan hanya sebagai hafalan, tetapi sebagai panduan hidup.
"Pancasila itu bukan sekadar simbol, tapi roh kehidupan kita. Ketika warga saling bantu menghadapi banjir, menggalang dana untuk tetangga yang sakit, atau menjaga kerukunan antarumat beragama, di situlah Pancasila hidup,”tegas Rieke di hadapan ratusan warga yang hadir.
Rieke juga mengapresiasi langkah-langkah pemerintah daerah yang mulai menanamkan nilai kebangsaan dalam program-program konkret, seperti pendidikan karakter di sekolah, pelatihan toleransi lintas agama, hingga penyuluhan hukum dan konstitusi bagi pemuda.
Ia menambahkan bahwa UUD 1945 bukan hanya sekadar teks, melainkan jaminan nyata bagi hak dan kewajiban warga negara. Oleh karena itu, edukasi ke masyarakat terus dilakukan agar rakyat memahami haknya mulai dari jaminan sosial, perlindungan buruh, hingga keadilan hukum.
“Kami hadir ke desa-desa untuk memastikan rakyat tahu dan paham. Ini bukan soal teori, ini soal bagaimana konstitusi benar-benar bekerja untuk rakyat,”ujarnya.
Semangat menjaga NKRI pun terlihat dari kesiapsiagaan warga menghadapi isu-isu intoleransi, ujaran kebencian, dan provokasi yang dapat memecah belah persatuan bangsa.
“NKRI bukan slogan. Ia hidup dalam kesatuan tekad untuk tidak membiarkan Bekasi terpecah oleh politik identitas,” lanjutnya.
Sementara dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, Bekasi menjadi contoh nyata keberagaman yang harmonis. Berbagai komunitas dan latar belakang hidup berdampingan, saling menghormati dan bekerja sama dalam kegiatan sosial, budaya, maupun keagamaan.
“Dari pengajian hingga arisan lintas etnis, dari pasar tradisional hingga pesantren dan gereja—perbedaan bukan halangan, tapi kekuatan,” kata Rieke.
Ia menutup dengan seruan untuk menjadikan nilai-nilai kebangsaan bukan sebagai nostalgia atau wacana semata, tetapi sebagai gerakan nyata dan kolektif, mulai dari rumah, sekolah, tempat kerja, hingga ruang-ruang sosial di masyarakat.
“Indonesia yang kuat dibangun di warung kopi, di ruang kelas, di pos ronda, oleh rakyat yang paham dan bangga menjadi bagian dari bangsa ini. Mari kita jaga Bekasi. Mari kita jaga Indonesia. Bersama rakyat, kita kuat. Bersama Empat Pilar, Indonesia hebat,” pungkasnya.
Komentar0