GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Opini: Pahitnya Kopi Masih Kalah Dibanding Omongan Pejabat

Kopi hitam pekat, tanpa gula, biasanya jadi simbol kejujuran rasa: pahit, tapi jujur. Tidak ada yang ditutupi. 

Tapi rupanya, di negeri ini, bahkan kopi yang paling pahit pun harus rela turun kasta—karena ternyata masih ada yang lebih pahit: omongan pejabat.

Setiap kali ada masalah besar yang menyentuh rakyat, entah itu harga sembako naik, pendidikan makin mahal, atau proyek mangkrak bernilai triliunan, pejabat kita selalu punya satu jurus sakti: pernyataan yang membuat dahi berkerut dan perut mual. Kadang lucu, kadang tragis. Tapi yang pasti, selalu menyakitkan logika.

Misalnya, ketika harga beras melambung, ada yang dengan tenangnya bilang, “Makan nasi itu tidak wajib.” Seakan-akan rakyat bisa hidup dengan makan angin dan keyakinan. 

Atau saat transportasi publik bermasalah, ada yang menyarankan, “Ya sudah naik sepeda saja.” Sungguh solusi visioner, kalau kita sedang hidup di abad 18.

Lalu, ketika rakyat mengeluh soal biaya hidup, ada pula pejabat yang menasihati, “Hemat dong, jangan jajan kopi kekinian terus.” 

Lucunya, ini diucapkan oleh orang yang gajinya puluhan juta, tunjangannya setinggi gunung, dan mobil dinasnya dibayar dari pajak rakyat yang katanya harus ngirit itu. Ironi yang pahitnya sudah melebihi espresso tanpa es batu.

Lebih nyesek lagi, ketika ada skandal besar, pernyataan resminya kadang hanya, “Kami akan evaluasi.” 

Evaluasi siapa? Evaluasi apa? Evaluasi ini hanya semacam mantra sakti untuk menenangkan publik, sebelum akhirnya dilupakan begitu saja. 

Sementara rakyat terus disuruh "sabar", seolah kesabaran adalah solusi semua masalah atau paling tidak, alasan agar pejabat tak perlu benar-benar bekerja.

Omongan-omongan pejabat ini bukan hanya sekadar nyebelin, tapi juga membuktikan satu hal: kepekaan sosial mereka sering kali berada di titik beku. Seperti mesin pendingin yang lupa dicabut colokannya dari realitas rakyat.

Pahitnya kopi bisa ditawar dengan gula, tapi pahitnya omongan pejabat? Kadang butuh amnesia nasional untuk bisa dilupakan. 

Atau mungkin, kita memang harus mulai bikin label baru: "Peringatan! Omongan pejabat bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah dan menurunkan kadar harapan hidup."

Jadi, lain kali saat kamu merasa kopi di pagi hari terlalu pahit, ingat saja: itu belum seberapa dibanding omongan pejabat yang katanya wakil rakyat tapi sering lupa siapa yang mereka wakili.

mari kita nikmati kopi kita selagi masih bisa dibeli. Karena siapa tahu, besok lusa, ngopi pun dianggap kegiatan subversif. 

Toh di negeri ini, yang pahit belum tentu kopi, dan yang manis belum tentu niat baik.

Penulis : Panuntun Catur Supangkat
Sekjen Pospera Purwakarta


Komentar0

Type above and press Enter to search.