GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Pengabdian Tidak Diakui, Rekomendasi Dijual? Ketika Pemalas Lolos Seleksi PPPK di Purwakarta

SIDIKJARI- Proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sejatinya adalah bentuk reformasi birokrasi yang diharapkan mampu mengangkat martabat para tenaga honorer yang selama ini mengabdi dengan sepenuh hati. 

Pemerintah pun telah menetapkan kriteria yang cukup jelas: terdaftar di database BKN, memiliki masa kerja minimal, serta mengikuti dan lulus seleksi yang telah diselenggarakan secara nasional.

Namun, idealisme ini tampaknya tercoreng oleh kabar yang berkembang di Purwakarta. Terdapat tenaga honorer yang diketahui sudah lama tidak melaksanakan tugasnya, bahkan bertahun-tahun tidak hadir bekerja, tetapi justru dinyatakan lolos seleksi PPPK. 

Sementara di sisi lain, mereka yang menunjukkan loyalitas, disiplin, dan pengabdian tanpa cela, justru harus menelan pil pahit karena tidak lulus.

Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin surat rekomendasi dari atasan bisa diterbitkan kepada yang bersangkutan? 

Bukankah absensi kerja merupakan indikator paling mendasar dalam menilai kelayakan seseorang untuk diangkat sebagai ASN dengan perjanjian kerja? 

Bila benar terdapat praktik manipulasi administrasi, atau lebih buruk lagi, jual beli rekomendasi, maka ini bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga penghianatan terhadap nilai-nilai keadilan dan profesionalisme aparatur negara.

Rumor seperti ini jika dibiarkan tanpa klarifikasi dan evaluasi—akan menciptakan preseden buruk bagi pemerintahan daerah, khususnya bagi instansi yang menaungi honorer tersebut. 

Rasa kepercayaan publik dapat tergerus, dan semangat para honorer yang masih menjalankan tugas dengan baik bisa padam, karena merasa tidak dihargai secara layak.

Oleh karena itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) diharapkan tidak hanya mengandalkan validasi dokumen administratif semata, tetapi juga melakukan verifikasi faktual terhadap rekam jejak para calon PPPK. 

Terutama di wilayah-wilayah seperti Purwakarta, di mana dugaan ketimpangan semacam ini mulai menyeruak ke permukaan.

Keadilan administratif harus ditegakkan. PPPK bukan sekadar status kepegawaian, melainkan penghargaan atas dedikasi dan pengabdian. 

Jangan sampai sistem yang semestinya menjadi solusi, justru menjadi sumber ketimpangan baru.

Komentar0

Type above and press Enter to search.