SIDIKJARI- Diskusi publik yang diadakan oleh Majelis Konoha pada 7 September 2025 di Cafe Al-Muhajirim mengangkat isu krusial mengenai ketimpangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Purwakarta tahun 2025.
Sorotan utama tertuju pada Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan kondisi kemiskinan yang masih dialami sebagian warga Purwakarta.
Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah APBD seharusnya lebih berpihak kepada rakyat atau justru kepada birokrat?
Diskusi tersebut menyoroti data dari Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) yang menunjukkan bahwa APBD Purwakarta 2025 ditetapkan sebesar Rp2,628,66 triliun.
Dari total anggaran tersebut, alokasi untuk belanja pegawai mencapai Rp1,086,18 triliun, atau sekitar 41,3% dari total belanja daerah.
Kondisi ini dinilai bertentangan dengan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), yang membatasi belanja pegawai maksimal 30% dari APBD setelah dikurangi tunjangan guru dari Transfer ke Daerah (TKD).
Dengan demikian, belanja pegawai di Purwakarta telah melampaui batas yang ditetapkan oleh undang-undang.
“Ketika belanja pegawai jauh melewati batas, ruang fiskal untuk rakyat otomatis menyempit. Ini adalah alarm serius bagi tata kelola anggaran,” tegas Risky Widya Tama, seorang aktivis dari lembaga kajian kebijakan publik Analitika Purwakarta, yang juga menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut. Peserta Majelis Konoha sepakat bahwa tingginya belanja pegawai dapat membatasi kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai layanan publik dan program-program pengentasan kemiskinan.
Majelis Konoha juga menyoroti Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2024 yang menetapkan TPP Sekretaris Daerah (Sekda) sebesar Rp70,8 juta per bulan, sementara Kepala Dinas memperoleh TPP antara Rp30–45 juta per bulan.
Di sisi lain, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 78.540 warga Purwakarta masih hidup dalam kemiskinan (8,3%), dengan garis kemiskinan sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.
Dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4,71 jiwa, kebutuhan minimum sebuah keluarga miskin diperkirakan sekitar Rp2,8 juta per bulan. Ini berarti, TPP seorang Sekda selama satu bulan setara dengan kebutuhan hidup 25 keluarga miskin.
“Fakta ini menunjukkan betapa timpangnya struktur APBD kita. Evaluasi terhadap TPP ASN menjadi sangat mendesak demi mewujudkan keadilan fiskal. ASN tetap harus sejahtera, tetapi hak-hak dasar rakyat tidak boleh dikorbankan,” tambah Risky. Para peserta diskusi Majelis Konoha menekankan bahwa APBD seharusnya lebih berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan hanya kepada birokrat.
Dalam diskusi tersebut, para peserta Majelis Konoha secara tegas mendorong Bupati Purwakarta untuk segera melakukan evaluasi terhadap skema TPP ASN, dengan tujuan agar kesejahteraan pegawai dapat berjalan seiring dengan kepentingan rakyat dan tidak menimbulkan ketimpangan sosial yang semakin lebar.
Komentar0