GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Apakah Kadisdik Purwakarta Punya Nyali Bubarkan Korlas, atau Hanya Jadi Penonton?

SIDIKJARI- Di tengah sorotan tajam terhadap dunia pendidikan, satu pertanyaan mulai mengemuka di Kabupaten Purwakarta: Apakah Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) punya nyali untuk membubarkan Koordinator Kelas (Korlas)?

Dulu, pendidikan terasa sederhana. Anak pergi ke sekolah, belajar, bermain, dan pulang. 

Orang tua cukup memastikan anaknya berangkat tepat waktu dan belajar dengan baik. 

Namun kini, semua berubah. Di balik deretan bangku sekolah, ada sistem tak kasat mata yang membuat pendidikan terasa seperti urusan keuangan. Nama sistem itu: Korlas Koordinator Kelas

Secara struktural, Korlas tidak diatur dalam sistem formal pendidikan. Tidak ada dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tidak pula masuk dalam struktur resmi Komite Sekolah. 

Tapi anehnya, di banyak sekolah negeri, Korlas justru lebih dominan. Pertanyaannya: Siapa yang memberi mereka mandat?** Apakah kepala sekolah? Komite? Atau justru mereka membentuk sendiri kekuasaan informal dengan alasan “demi kebersamaan”?

Kadisdik Purwakarta, sejauh ini, memilih bermain di zona aman: normatif, hati-hati, dan penuh diplomasi. Evaluasi ini, kajian itu. Tapi publik sudah lelah dengan jawaban formal.

Dunia pendidikan membutuhkan keberanian. Apalagi jika sudah menyangkut keadilan bagi siswa dan beban yang ditanggung orang tua. 

Jika keberadaan Korlas sudah melenceng dari semangat gotong royong, maka keberanian membubarkannya bukan hanya diperlukan tapi wajib hukumnya.

“Jangan biarkan ruang kelas kita diatur oleh yang tak punya legitimasi.”

Kembalikan pendidikan ke jalurnya. Bebaskan guru dari beban tarik-menarik dana. 

Bebaskan orang tua dari rasa tidak enak. Dan yang paling penting: bebaskan anak-anak dari sistem yang membuat sekolah terasa seperti kantor pajak.

Jika Kadisdik baru hanya “melanjutkan yang sudah ada”, maka jangan salahkan jika kepercayaan publik terus menurun. 

Ketika struktur liar mulai merajalela dan membebani masyarakat, maka itu sudah menjadi tanggung jawab moral dan administratif Dinas Pendidikan.

Kalau memang Kadisdik tak bernyali, katakan saja. Masyarakat lebih menghargai kejujuran daripada sikap menggantung. 

Tapi jika masih ingin disebut sebagai pemimpin sektor pendidikan di daerah, maka langkahnya harus jelas: bersihkan sekolah dari struktur liar yang hanya menyuburkan ketimpangan dan praktik manipulatif.

Komentar0

Type above and press Enter to search.