SIDIKJARI – Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka meminta Komisi Yudisial (KY) untuk mengawal proses hukum kasus sengketa lahan SMPN 1 Babakancikao yang saat ini tengah berada di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
Permintaan ini disampaikan Rieke saat mengunjungi langsung sekolah yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, Selasa (14/10/2025).
Dalam kunjungannya, Rieke menyoroti putusan sebelumnya yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta dan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, yang dinilai merugikan kepentingan negara dan pendidikan.
“Kami juga meminta Komisi Yudisial untuk turun dan menyelidiki para hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta dan Pengadilan Tinggi. Ini penting agar proses hukum tetap bersih dan tidak diintervensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan,” tegas Rieke.
Di hadapan kepala sekolah, guru, serta siswa SMPN 1 Babakancikao, Rieke turut menyampaikan harapannya kepada Mahkamah Agung agar dapat memberikan putusan seadil-adilnya dalam perkara tersebut.
“Kami memohon dukungan dari Komisi III DPR yang membidangi hukum, serta tidak lupa kepada Presiden RI Bapak Prabowo Subianto yang sangat peduli terhadap isu pendidikan. Kami percaya, keadilan harus ditegakkan,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Rieke menyebut bahwa keberadaan sekolah negeri yang telah berdiri sejak 1983 ini jangan sampai dihancurkan oleh apa yang disebutnya sebagai "mafia tanah" yang diduga berkolaborasi dengan "mafia hukum".
“Sekolah Rakyat adalah gagasan luar biasa dari Presiden, tapi jangan sampai sekolah yang sudah ada dan milik negara justru dihancurkan oleh praktik-praktik tidak bertanggung jawab,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Rieke mengungkapkan bahwa dirinya bersama tim hukum telah lama mengkaji dokumen-dokumen terkait kepemilikan lahan SMPN 1 Babakancikao.
Menurutnya, secara hukum posisi sekolah ini sangat kuat karena memiliki bukti pendirian sejak 1983 di atas lahan seluas lebih dari 10.000 meter persegi.
Sengketa muncul pada 2024, berdasarkan surat keterangan dari seorang kepala desa yang menyatakan bahwa 8.000 meter dari lahan sekolah tersebut bukan milik negara, melainkan milik penggugat.
Namun belakangan, kepala desa itu mengakui bahwa surat yang diterbitkannya adalah keliru.
Meski demikian, PN Purwakarta dan PT Bandung telah mengeluarkan putusan yang mengalahkan SMPN 1 Babakancikao.
Hal inilah yang mendorong Rieke mendesak pengawalan ketat dari KY dan mengingatkan MA agar tidak mengabaikan fakta hukum.
“Masih ada harapan di MA. Saya berkolaborasi dengan KDM dan Om Zein, bukan untuk mengintervensi proses hukum, tapi menyuarakan fakta hukum yang ada,” ujarnya.
Rieke juga mempertanyakan alasan munculnya gugatan pada 2024, padahal Sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama negara sudah terbit sejak 2001.
“Kenapa baru menggugat sekarang? Sertifikat BPN sudah jelas menyatakan tanah ini milik negara. Ini perlu jadi perhatian serius semua pihak,” tegasnya.
Komentar0