Namun, persoalan yang lebih substansial adalah: apakah figur Plt tersebut layak diangkat menjadi Kepala Dinas definitif?
Pertanyaan ini tidak bisa dijawab hanya dengan lamanya masa jabatan atau kedekatan personal dengan pemangku kebijakan.
Yang jauh lebih penting adalah evaluasi kinerja yang objektif dan menyeluruh.
**Evaluasi Bukan Sekadar Administrasi**
Kinerja bukan semata rutinitas birokrasi: menandatangani dokumen, hadir di rapat, atau menjalankan kegiatan seremonial.
Kepala Dinas Pendidikan adalah pemimpin strategis. Ia bukan hanya administrator, tetapi harus menjadi pengarah visi pendidikan daerah.
Oleh karena itu, integritas, keberanian membuat terobosan, dan kapasitas manajerial adalah syarat mutlak.
Seorang Plt yang hanya “menjaga kursi” tanpa memberikan arah baru tidak pantas menduduki jabatan definitif.
Namun jika ia mampu menciptakan stabilitas, menghadirkan solusi, serta mendapatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan pendidikan, maka kepercayaan itu layak diperkuat melalui pengangkatan resmi.
**Seleksi Terbuka: Menjaga Legitimasi dan Mutu**
Namun demikian, siapa pun kandidatnya—termasuk Plt harus melalui mekanisme seleksi terbuka yang transparan dan kompetitif.
Inilah standar minimal dalam birokrasi modern yang ingin menempatkan kompetensi di atas segala bentuk afiliasi personal atau politik.
Tanpa seleksi yang terbuka, proses pengangkatan akan rentan terhadap persepsi publik yang negatif. Terlebih di sektor pendidikan, yang sangat sensitif terhadap isu keadilan dan kualitas.
Apakah Plt Kadisdik Purwakarta saat ini layak menjadi pejabat definitif? Jawabannya bukan “ya” atau “tidak” secara otomatis.
Jawabannya terletak pada rekam jejak selama masa Plt, dan bagaimana ia mampu membuktikan diri sebagai pemimpin, bukan hanya pengganti sementara.
Dan pada akhirnya, keputusan itu tetap harus melalui jalur seleksi terbuka yang adil, transparan, dan berdasarkan meritokrasi.
Tanpa itu, kita hanya mengulang pola lama: mengisi jabatan strategis tanpa jaminan kualitas.
Komentar0