GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Dana Desa Purwakarta: Kisah Cinta Terlarang Antara Kepala Desa dan Pengembang Aplikasi?

SIDIKJARI - Kabupaten Purwakarta kembali menjadi sorotan, kali ini bukan karena sate maranggi-nya, tapi soal pengelolaan anggaran desa yang bikin geleng-geleng kepala. 

Pasalnya, dana desa yang seharusnya jadi amunisi untuk membangun desa, malah "kompak" dialokasikan untuk pengadaan aplikasi.

Menurut data yang di dapat terdapat Pengelolaan dan pembuatan jaringan instalasi komunikasi dan informasi lokal desa  dianggarkan bervariasi mulai dari Rp 20 juta hingga 29 juta.

Bahkan ditemukan dalam data dana desa ada double nomenklatur Anggaran dengan judul yang sama.


Bayangkan saja, dari Sabang sampai Merauke... eh, dari desa A sampai desa Z di Purwakarta, semua sepakat membeli aplikasi dengan harga yang sama: Rp 20 juta! 

Sungguh sebuah kebetulan yang luar biasa, atau jangan-jangan ada "invisible hand" yang mengatur semua ini? 
 
"Kami menemukan indikasi double nomenklatur anggaran. Judulnya sih sama, tapi kok dianggarkan dua kali? Mungkin biar makin 'berkah'," ujar Panuntun Catur Supangkat, Sekretaris DPC Pospera, Jumat (21/11/2025).
 
Catur, sapaan akrabnya, juga mempertanyakan mengapa semua desa harus membeli aplikasi yang sama. 

"Emangnya semua desa punya masalah yang sama? Atau jangan-jangan, aplikasinya bisa menyelesaikan semua masalah desa sekaligus? Keren banget!" sindirnya.
 
Pengadaan aplikasi yang seragam ini menimbulkan dugaan adanya monopoli atau pengkondisian oleh pihak tertentu. 

"Mungkin ada oknum yang jualan aplikasi, terus 'dibantu' oleh oknum lainnya biar laku semua. Bisnis yang sangat menguntungkan!" lanjut Catur.
 
Pihak terkait, termasuk Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Purwakarta, masih memilih untuk bersembunyi di balik meja. 

Mungkin mereka sedang sibuk mencari alasan yang masuk akal, atau justru sedang menghitung-hitung "keuntungan" dari proyek ini. Entahlah. 
 
Namun, Catur berharap agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. 

"Jangan sampai dana desa yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat, malah jadi bancakan oknum yang tidak bertanggung jawab. Ini namanya kezaliman!" tegasnya.
 
Kasus ini menjadi bukti bahwa pengelolaan keuangan desa masih rentan terhadap penyimpangan. 

Dibutuhkan pengawasan yang ketat dan partisipasi aktif dari masyarakat agar dana desa benar-benar bermanfaat bagi pembangunan dan kesejahteraan desa.
 
"Mari kita kawal dana desa! Jangan biarkan oknum-oknum serakah merampok hak rakyat!" seru Catur.

Komentar0

Type above and press Enter to search.