GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Pecah Anggaran Mamin Biar Tampak Kurus: Diet Sehat ala Dinas Pendidikan Purwakarta

Ilustrasi

SIDIKJARI- Di Kabupaten Purwakarta, Dinas Pendidikan rupanya tengah menggelar sebuah “festival kuliner” yang luar biasa mewah sayangnya, bukan untuk siswa, bukan untuk guru, dan bukan untuk sekolah. 

Yang menjadi bintang utama justru Anggaran Belanja Makanan dan Minuman pada Fasilitas Pelayanan Urusan Pendidikan, yang nilainya hampir Rp 16 miliar, dan lebih kreatif lagi diiris menjadi dipecah menjadi tiga , namun dengan judul yang tetap sama persis.

Sungguh, kalau bukan urusan anggaran negara, kita bisa menganggap ini lelucon bermutu. Tapi sayangnya, ini nyata.

Membaca lembar anggaran itu seperti menonton pertunjukan sulap, di mana satu angka besar tiba-tiba berubah menjadi tiga angka kecil. Trik klasik: pecah dulu, supaya tidak terlihat menggunung.

Seolah-olah publik tidak bisa berhitung. Seolah-olah masyarakat tidak akan menyadari bahwa tiga potongan yang kecil itu, ketika dijumlahkan, tetap saja hampir Rp 16 miliar.

Mungkin mereka berharap masyarakat lebih sibuk memikirkan harga beras ketimbang mengamati “kreativitas” nomenklatur konsumsi.

Kalau begini caranya, anggaran negara bukan lagi dokumen resmi melainkan menu restoran mahal yang disusun agar pembeli tidak kaget melihat harga sebenarnya.

Ironinya menampar keras. Masih ada sekolah yang kekurangan meja, toilet yang bocor, guru honorer yang menunggu kepastian, tetapi entah mengapa anggaran makanan dan minuman bisa berkembang biak seperti amuba dalam gelas air mancur kantor.

Pertanyaannya sederhana:
Apakah rapat-rapat itu dilakukan tiga kali lipat lebih sering? Atau apakah peserta rapat sedang menjalani program bulking massal?

Atau jangan-jangan…
Memang ada yang lebih “lapar” dari sekadar lapar fisik?

Di dunia penulisan, mengulang judul yang sama tiga kali mungkin dianggap gaya literasi eksperimental. 

Namun dalam anggaran negara, itu terasa seperti usaha menampar akal sehat dengan tangan terbuka.

Jika memang semuanya sah, logis, wajar, dan transparan, mengapa mesti disamarkan dengan model pecah-pecah begini?
Atau mungkin ini memang gaya baru administrasi: “Kalau mau sembunyi, sembunyilah di tempat paling terang.”

Masyarakat Purwakarta bukan ingin mencari-cari kesalahan. Mereka hanya ingin tahu: Untuk siapa sebenarnya hampir Rp 16 miliar itu? Untuk pendidikan, atau untuk perjamuan orang-orang yang mengurus pendidikan?

Hingga tulisan ini dimuat, Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta saat di konfirmasi belum menjawab.

Komentar0

Type above and press Enter to search.