GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Reses Anggota DPRD Purwakarta Diduga Terjadi Rekayasa Administrasi, APH Diminta Turun Tangan

ilustrasi(foto: radar Bromo)

SIDIKJARI- Reses anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) merujuk pada istilahnya adalah masa kegiatan Anggota DPRD di luar kegiatan masa sidang dan di luar gedung.

Reses memberikan kesempatan kepada Anggota DPRD untuk kembali ke daerah pemilihannya, berinteraksi dengan konstituen, dan mendengarkan langsung permasalahan atau aspirasi yang dihadapi oleh masyarakat.

Tujuan reses adalah untuk menyerap dan menindaklanjuti aspirasi konstituen dan pengaduan masyarakat, guna memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada konstituen di dapil masing-masing sebagai perwujudan perwakilan rakyat.

Menanggapi pelaksanaan Reses Anggota DPRD Kabupaten Purwakarta, yang menjadi sorotan publik, khususnya menyangkut dugaan mark up biaya belanja makan minum dan sewa sound system. 

Menurut Pengamat Kebijakan Publik,Agus M Yasin, jika dicermati nomenklaturnya,  dengan beberapa variasi harga per paketnya tidak ada masalah. Yang menjadi permasalahan adalah ketidak patutan nilai dan harga makan minum serta sewa kontrak sound system. 

Dengan pendistribusian ke setiap Anggota DPRD Purwakarta masing-masing, sementara dalam pelaksanaannya di lapangan yang terjadi tidak sesuai keharusan. 

"Ada sebagian yang melakukannya dengan riil, akan tetapi tetap saja tidak disiplin waktu dan ada penyimpangan dalam menggunakan biaya makan minum dan sewa kontrak sound system,"ungkapnya,Rabu,( 31/1/2024)

Pelaksanaan reses Anggota DPRD setiap kali "out of control" dan tidak transfaran, padahal biaya yang dipakai dari anggaran publik. 

"Maka sepatutnya kegiatan tersebut terpublikasi, mengingat kegiatannya berkaitan dengan kepentingannya masyarakatat,"katanya.

Kemudian kembali pada permasalahan anggaran makan minum dengan sistim per paket, secara logika semestinya 

dilakukan melalui proses pengadaan yang melibatkan pihak ketiga.

"Ini bisa saja seperti itu walaupun hanya formalitas, dimana uangnya didistribusikan langsung ke masing-masing Anggota DPRD,"ujarnya.

Sedangkan pengadministrasiannya dilakukan oleh Sekretariat DPRD, yang diduga dengan cara berbau rekayasa termasuk sewa kontrak sound system.

Perlu diketahui, bahwa anggaran reses tersebut sekitar Rp 3.195.000.000,- atau tepatnya sekitar 71 juta rupiah per anggota DPRD. 

Dan harus ditelaah pula, bahwa pelaksanaan reses itu dilakukan selama enam hari kerja, dimulai dari tanggal 29 Januari 2024. 

"Walaupun pada prakteknya terjadi seperti biasa, ada yang taat aturan dan yang door to door bahkan ada yang menggunakan jasa timses,"ujarnya.

Pertanyaannya, apakah anggaran reses itu sudah bisa digunakan. Sementara APBD 2024 masih dalam proses penyerasian dengan adanya hutang bayar APBD 2023 ?

Jika merujuk pada asas-asas pengelolaan anggaran, dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang baik. 

Harusnya DPRD mampu menjaga dan memelihara perasaan masyarakat, dan tidak mementingkan kebutuhan pribadinya berkenaan dengan menghadapi kontestasi Pileg 2024.

"Hal seperti ini yang bisa terpetik, di balik dugaan percepatan pelaksanaan reses diawal periode tahun sidang 2024,"katanya.

Sementara dugaan lainnya, adalah pertanggung jawaban pelaksanaan reses yang dimungkinkan sarat dengan perekayasaan bukti otentik. 

"Baik menyangkut kwintansi anggaran nakan minum dan sewa kontrak sound system, maupun validitas kehadiran konstituen,"ungkapnya.

Dalam hal yang didugakan itu, tudak akan aneh dan bukan mustahil juga adanya keterlibatan pihak Sekretariat DPRD.

"Dan yang paling meragukan, dengan adanya dugaan pengadministrasian reses itu berbau perekayasaan. Pihak Inspektorat dan APH melakukan pengawasan yang seharusnya, lagi lagi akan terjadi pengabaian kemungkinannya,"pungkasnya.***

Komentar0

Type above and press Enter to search.