GUYoGpApTSrlBSY5TpC8BSd8Ti==

Efektifitas Kinerja Keuangan Daerah Tidak Baik, Tunda Bayar APBD 2023 Bisa Berimplikasi Hukum

SIDIKJARI- Indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan keuangan daerah adalah rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD. 

Semakin tinggi rasio PAD, akan semakin baik kinerja Pemerintah Daerah.

Menyikapi tidak efektifnya kinerja keuangan daerah di tahun 2023, ditandai dengan ketiada berdayaan merealisasikan capaian target PAD. Secara refleksi kritis, bahwa derajat ketidak pastian dan probabilitasnya akan menghadirkan kembali legacy problematik pada pelaksanaan kinerja keuangan berikutnya.

Hal itu, selain dipengaruhi oleh adanya dugaan inkonsistensinya upaya Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dalam meningkatkan kinerja intermediasi dan terjaganya stabilitas keuangan daerah. Bisa juga sebagai akibat dari kebiasaan penetapan PAD yang spekulatif atau mengacu pada sesuatu yang didasarkan perkiraan, bukan pada fakta yang pasti dan atau bukti kuat berdasarkan potensi riil daerah. 

Tingkat efektifitas kinerja keuangan daerah, sesungguhnya dapat diukur dengan membandingkan rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata dan telah diwujudkan.

Sebagaimana diketahui tahun 2023 PAD diproyeksikan untuk mencapai sebesar Rp.762 miliar. Terdiri atas pajak daerah yang diproyeksikan Rp.485 miliar, retribusi daerah Rp.41 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp.9 miliar, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp.226 miliar.

Faktanya pada realisasi pencapaian target, PAD Kabupaten Purwakarta terhitung sampai bulan Oktober 2023 hanya mampu memperoleh sebesar Rp.270.525.254.930,-. Dari target pajak daerah yang ditetapkan sebesar Rp. 485.485.000.000,- atau hanya 59% .

Kemudian ditambahan hasil dari perubahan diperoleh kurang lebih sebesar Rp.65 M serta daribhasil perolehan lainnya. Realisasi PAD di tahun 2023 kemampuan riilnya, terakumulasi hanya mencapai sebesar 66,22 % dari target yang ditetapkan.

Dibandingkan dengan pencapaian tahun-tahun sebelumnya, realisasi perolehan PAD tahun 2023 tidaklah menunjukkan kopetensi yang baik dari kiberja Pejabat Pengelola Kuangan Daerah. 

Sesuai realisasi pencapaiannya, pada tahun 2021 PAD ditargetkan sebesar Rp.362.222.567.311,00, terealisasi Rp.286.211.642.575,00 atau 79,02 %. Kemudian pada tahun 2022 PAD ditargetkan sebesar Rp. 697,6 miliar, terealisasi sebesar Rp 489 miliar atau hanya 70,3 %. 

Maka jelas, penurunan pendapatan daerah yang terjadi memberikan suatu gambaran konkrit. Ada hal yang harus dievaluasi, baik sistem maupun kinerja perangkatnya. 

Pertanyaannya, apakah penurunan PAD tersebut selain berpengaruh pada buruknya kinerja Pemerintah Daerah. Akan berimplikasi pada persoalan lainnya ?

Tentu saja, selain menimbulkan persoalan yang krusial dan rentan dengan resiko. Dan secara empiris, penurunan penerimaan PAD akan mengakibatkan juga berkurangnya anggaran yang dapat digunakan untuk belanja serta pembiayaan lainnya.

Terhambatnya pembayaran TPP dan Siltap satu bulan, termasuk tunda bayar atas kegiatan yang sudah selesai dikerjakan oleh pihak ketiga sesuai dengan kontrak. 
Membuktikan bahwa Pemerintah Daerah Purwakarta di tahun 2023, tidak optimal menjalankan fungsi APBD sesuai yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 3 Ayat 4 UU No 17 Tahun 2003.

Penundaan pembayaran itu sendiri, ternasuk menyangkut persoalan tunda bayar terhadap pihak ketiga. Adalah utang daerah yang menjadi kewajiban bersifat mengikat, dan bisa mengandung konsekwensi.

Lantas apakah kasus tunda bayar bisa berimplikasi hukum ?

Secara implisit tunda bayar APBD 2023 Purwakarta belum bisa dijerat pidana, terkecuali setelah adanya proses audit yang dilakukan oleh BPK. Dimana terbukti ada temuan penyalah gunaan wewenang dan penyimpangan, baru bisa diakukan pemeriksaan ke arah pidana.

Namun ditinjau dari sisi kaidah hukum administrasi, dan mengacu pada UU Peradilan Tata Usaha Negara. Hakekatnya pengadaan barang dan jasa, termasuk dalam lingkup kewenangannya. 

Atas dasar pemaknaan di atas maka persoalan kontrak pekerjaan, secara yuridis formal merupakan keputusan tata usaha negara. 

Terbitnya kontrak kerja tidak serta merta diterbitkan, kontrak kerja itu timbul karena ada Surat Penetapan Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (SPPPBJ) yang merupakan bentuk keputusan tata usaha negara.

Konsekwensinya, apabila tunda bayar pekerjaan dilakukan tanpa melalui suatu proses evaluasi, reviu, pemeriksaan dan klarifikasi kepada pihak ketiga. Maka tindakan itu bisa dikatakan tidak memiliki keabsahan, dan kemungkinan melanggar hukum. 

Kesimpulannya bahwa persoalan tunda bayar pekerjaan, dengan dampak yang ditimbulkan secara bisnis bisa berakibat hukum. Dan bisa diperkarakan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

Penulis: Agus M Yasin
Pengamat Kebijakan Publik




Komentar0

Type above and press Enter to search.